Kisah Nyata Menyentuh : ... HIDAYAH UNTUK BAPAK ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Sebuah penuturan sepotong kisah nyata yang menakjubkan. Sangat menyentuh dan melembutkan jiwa. Selamat membaca ...
***
Bapak adalah seorang yang tekun dan pekerja keras dalam mencari nafkah.
Bapak juga berjiwa sosial tinggi dan mempunyai banyak teman. Aku sangat
bangga dengan Beliau. Tetapi setiap kali kulihat w
ajah Bapak yang mulai mengkerut, perut yang semakin buncit dan rambut memutih, aku merasa tak tega dan sedih.
Kami sekeluarga terdiri dari Bapak, Ibu, Aku, Suamiku dan Adikku serta
anakku Farel. Kehidupan kami berkecukupan, tidak terlalu kaya tetapi
cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga.
Pekerjaan
Bapakku sebagai mekanik bengkel mengharuskan beliau pulang sore hari,
itupun bukan bengkel pribadinya. Sedangkan suamiku bekerja sebagai
karyawan di Hotel dan Adikku bekerja di rumah makan.
Aku dan
Ibuku menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, walau begitu Ibuku juga turut
membantu perekonomian dengan membuka gerai kios pulsa di garasi rumah
kami. Dan Aku mengasuh Farel yang masih batita.
Usia Bapak yang
semakin bertambah semakin membuatku sedih, itu karena Bapak belum
bersedia melaksanakan apa yang menjadi kewajiban setiap orang muslim
yaitu shalat. Selain itu Bapak juga mudah marah dan selalu membanting
barang setiap kali Beliau marah. Pernah sesekali ada seorang peminta
minta datang, seorang nenek renta dihardik oleh Bapak. Memangnya aku
keluargamu? Minta uang sama aku. Kata Bapakku dengan nada tinggi.
Aku dan Ibu hanya bisa pasrah dan berdoa memohon semoga pintu hidayah
ALLAH segera datang. Walau begitu aku tetap berusaha dan akan berusaha.
Bulan Ramadhan, adalah peristiwa yang sangat kami nantikan selama ini.
Bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan. Ibu dan aku sibuk memasak
opor ayam sebagai hidangan khas berbuka puasa sedangkan adikku sibuk
bercanda ria dengan Farel anakku.
Kami sekeluarga sibuk dengan
kegiatan masing masing. Kulihat Bapakku sedang tidur nyenyaknya padahal
waktu itu adalah waktu berbuka, tidak bagi Bapakku yang menganggap bulan
ramadhan layaknya seperti hari biasa. Bapak pun beranggapan bahwa bulan
ramadhan, hanyalah sebuah tradisi yang tidak perlu dan tidak ada
gunanya berpuasa. Astaqfirullah, betapa sebenarnya aku ingin beradu
agumen tentang pendapat keliru itu.
ALLahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar ….. Sayup sayup suara takbir masih terdengar, masyarakat
umat muslim berbondong bondong menuju masjid terdekat. Berpakaian bagus,
wangi dan saling menyalami merupakan hal yang biasa terlihat di
sepanjang jalan.
Aku, Ibuku, Adikku serta Suamiku yang
menggendong si kecil Farel bersiap menuju ke masjid. Suamiku yang
berusaha membangunkan Bapakku untuk diajak pergi bersama sama malahan
diberi kata kata oleh Bapak. Sudah, jangan menganggu tidurku; bentak
bapakku.
Dan kemudian aku pun menarik lengan suamiku agar lebih
memilih mengalah. Sebenarnya aku sadar bahwa yang dilakukan suamiku itu
adalah hal yang seharusnya aku lakukan karena aku adalah anak pertama.
Tapi Ma, kita seharusnya sesekali menegur Bapak agar bisa kembali ke
jalan yang lurus, agar bisa bersama sama berkumpul di surga kelak. Dan
akupun hanya bisa terdiam menunduk. Rasanya benar benar malu sekali,
suamiku begitu tebal imannya bagai seorang ustad begitu pula diriku yang
sudah mulai berhijab menggunakan jilbab sesuai khaidah agama.
Dalam khutbah, aku sendiri dengan lamunanku diantara banyak jamaah yang
mendengarkan dengan khusuk. Aku berdoa menengadahkan tangan, kuadukan
isi hati ini kepada ALLAH Ta’ala.
Ya ALLAH…. hamba mohon
bukalah pintu hati Bapak hamba, berikan HidayahMU Ya ALLAH, agar Bapak
hamba tidak selalu lebih tersesat lagi menjadi seorang islam Ktp.
Ya ALLAH, luruskanlah jalan Beliau agar tidak selalu menunda nunda kewajiban sebagai seorang muslim.
Ya ALLAH, engkaulah yang selalu berhak memberikan hidayah kepada orang
yang engkau kehendaki. Sedangkan hamba tidak punya kekuasaan sedikitpun
untuk itu. Untuk itu, kabulkanlah Ya ALLAH, Ya Rahman Ya Rahim ... Hoy,
melamun saja; kata adikku membuyarkan doaku. Dan akupun hanya bisa
tersenyum kecil sambil menghapus air mata.
Sepulang dari sholat
tarawih, telah menjadi kebiasaan bagi kami untuk saling menyimak Al
Quran, membaca satu persatu ayat hingga selesai pada lembaran AL Quran
yang terakhir.
Semuanya duduk di ruang tamu, begitupula anakku
Farel yang sedari tadi sibuk makan permen suguhan di meja. Kemudian aku
mulai mencari sosok Bapakku.
Ku tengok kamarnya, dan
Astaqfirullahaladzim, Bapakku sepertinya ketakutan tetapi matanya masih
terpejam, keringatnya begitu banyak bercucuran. Ampun ampun, jangan
ambil nyawaku, jangan. Tolong panas panas sekali, teriak Bapakku
mengagetkan penghuni rumah terutama aku yang berada tak jauh darinya.
Pak, Istiqfar Pak, Astaqfirullahaladzim,pak; bisikku menuntunnya. Dan
akhirnya Bapakku pun ikut menirukan ucapanku. Keadaanpun mulai tenang,
Bapak bisa melihat sekitar. Ibu menyuguhkan segelas air putih, untuk
lebih menentramkan hati bapakku.
Nak, katanya sambil memelukku.
Bapak tadi bermimpi dibawa oleh seorang bayangan hitam mengerikan ke
suatu tempat yang sangat panas sekali, banyak orang disiksa dari yang
disulut logam panas hingga dicambuk, bahkan ada yang diberi air nanah.
Bapak takut Nak; curhat bapakku kemudian.
Pak …… Dyah ingin
berbicara sesuatu walau itu nantinya bisa membuat Bapak marah:’dengan
air mata mulai mengalir dari jilbab putihku. Sebagai anak, Dyah ingin
sekali melihat Bapak sholat, berpuasa dan melaksanakan kewajiban sebagai
umat islam.
Maaf Pak, bila Dyah lancang atau bersifat
menggurui; kataku terbata bata. Di belakangku terlihat suamiku yang
tersenyum lebar dan membiarkan aku dan Bapakku sendiri bahkan adik dan
Ibuku pun langsung menghindar, melanjutkan aktifitas masing masing.
Pak, bukan materi yang Dyah harapkan selama ini, tetapi Dyah merasa
sedih, karena selama ini Dyah belum pernah sekalipun melihat Bapak
sholat; hanya itu yang Dyah pinta Pak.
Tangis semakin menjadi
tatkala kudengar suara sesenggukan ibuku di kamar sebelah. Air mata
pengharapan sekaligus penyesalan untuk menggapai hidup yang tentram di
bawah ridho Allah Ta’ala.
Akhirnya Bapak berkata dengan suara
yang lirih tapi pasti.’’ Bapak tidak bisa sholat , Bapak malu untuk
belajar terutama di usia Bapak yang sudah tua ini’kata Bapakku. Apakah
ALLAH akan mengampuni dosa dosa Bapak yang sudah tak terhitung
banyaknya? Tanya Bapak. Allahu Akbar…. Ya ALLAH , yang Maha besar dan
Maha segalanya. Aku peluk Bapakku dengan air mata berlinangan. Bukan air
mata kesedihan lagi tetapi air mata kebahagiaan!
ALLAH maha
pemaaf Pak, terutama di bulan ramadhan ini, bulan yang penuh ampunan
selagi kita bertobat. Dyah dan Mas Bagas akan dengan senang hati
mengajari Bapak, Kita akan sama sama belajar Pak, karena kami berduapun
belum terlalu shalih seperti para nabi. Semoga Bapak senantiasa
istiqomah dengan keputusannya.
Mas Bagaspun mengajarkan bacaan
syahadat terlebih dahulu dengan ditirukan Bapakku. Beberapa hari
kemudian Bapak mulai belajar wudhu, bacaan sholat, gerakan sholat dan
sebagainya. Karena Bapak belum bisa baca tulisan arab, maka dengan
senang hati aku salinkan kedalam tulisan latin. Aku juga meminjamkan
buku buku tentang keislaman.
Bapak juga mulai berpuasa, menahan
diri dari makan, minum dan terutama rokok. Bapak juga mulai bersedekah,
Ibukupun mulai tak segan lagi membangunkan sahur Bapak atau sekedar
mengingatkan adzan, tanda waktunya shalat. Sesekali kami berdiskusi
tentang berbagai masalah dunia islam.
Kebetulan Bapak adalah
seorang yang cerdas pula. Walau terasa agak terlambat,tapi selama nafas
kita masih hidup. Pintu tobat seluas samudra, Maha suci ALLAH dengan
segala firmannya. Aku selalu bersimpuh
Malam Ramadhan
berikutnya, aku bisa bersujud, bersimpuh di atas sajadah, mensyukuri
segala sesuatu yang diberikan Allah, terutama hidayah untuk Bapak.
Tiba hari raya Idul Fitri nanti kami bisa bersama sama menunaikan
shalat Idul Fitri, tidak seperti lebaran tahun tahun kemaren, Bapak
lebih memilih untuk tidur. Terima kasih Ya ALLAH, atas segalanya.
Ramadhan tahun ini terasa istimewa.
Wallahu’alam bi Shawwab...
Barakallahufikum ....
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ...
Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan
...
** Sumber :
www.remajaislam.com