Kisah Nyata Menyentuh : ... HIDAYAH UNTUK BAPAK ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Sebuah penuturan sepotong kisah nyata yang menakjubkan. Sangat menyentuh dan melembutkan jiwa. Selamat membaca ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Sebuah penuturan sepotong kisah nyata yang menakjubkan. Sangat menyentuh dan melembutkan jiwa. Selamat membaca ...
***
Bapak adalah seorang yang tekun dan pekerja keras dalam mencari nafkah. Bapak juga berjiwa sosial tinggi dan mempunyai banyak teman. Aku sangat bangga dengan Beliau. Tetapi setiap kali kulihat w
ajah Bapak yang mulai mengkerut, perut yang semakin buncit dan rambut memutih, aku merasa tak tega dan sedih.
Kami sekeluarga terdiri dari Bapak, Ibu, Aku, Suamiku dan Adikku serta anakku Farel. Kehidupan kami berkecukupan, tidak terlalu kaya tetapi cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga.
Pekerjaan Bapakku sebagai mekanik bengkel mengharuskan beliau pulang sore hari, itupun bukan bengkel pribadinya. Sedangkan suamiku bekerja sebagai karyawan di Hotel dan Adikku bekerja di rumah makan.
Aku dan Ibuku menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, walau begitu Ibuku juga turut membantu perekonomian dengan membuka gerai kios pulsa di garasi rumah kami. Dan Aku mengasuh Farel yang masih batita.
Usia Bapak yang semakin bertambah semakin membuatku sedih, itu karena Bapak belum bersedia melaksanakan apa yang menjadi kewajiban setiap orang muslim yaitu shalat. Selain itu Bapak juga mudah marah dan selalu membanting barang setiap kali Beliau marah. Pernah sesekali ada seorang peminta minta datang, seorang nenek renta dihardik oleh Bapak. Memangnya aku keluargamu? Minta uang sama aku. Kata Bapakku dengan nada tinggi.
Aku dan Ibu hanya bisa pasrah dan berdoa memohon semoga pintu hidayah ALLAH segera datang. Walau begitu aku tetap berusaha dan akan berusaha.
Bulan Ramadhan, adalah peristiwa yang sangat kami nantikan selama ini. Bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan. Ibu dan aku sibuk memasak opor ayam sebagai hidangan khas berbuka puasa sedangkan adikku sibuk bercanda ria dengan Farel anakku.
Kami sekeluarga sibuk dengan kegiatan masing masing. Kulihat Bapakku sedang tidur nyenyaknya padahal waktu itu adalah waktu berbuka, tidak bagi Bapakku yang menganggap bulan ramadhan layaknya seperti hari biasa. Bapak pun beranggapan bahwa bulan ramadhan, hanyalah sebuah tradisi yang tidak perlu dan tidak ada gunanya berpuasa. Astaqfirullah, betapa sebenarnya aku ingin beradu agumen tentang pendapat keliru itu.
ALLahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar ….. Sayup sayup suara takbir masih terdengar, masyarakat umat muslim berbondong bondong menuju masjid terdekat. Berpakaian bagus, wangi dan saling menyalami merupakan hal yang biasa terlihat di sepanjang jalan.
Aku, Ibuku, Adikku serta Suamiku yang menggendong si kecil Farel bersiap menuju ke masjid. Suamiku yang berusaha membangunkan Bapakku untuk diajak pergi bersama sama malahan diberi kata kata oleh Bapak. Sudah, jangan menganggu tidurku; bentak bapakku.
Dan kemudian aku pun menarik lengan suamiku agar lebih memilih mengalah. Sebenarnya aku sadar bahwa yang dilakukan suamiku itu adalah hal yang seharusnya aku lakukan karena aku adalah anak pertama.
Tapi Ma, kita seharusnya sesekali menegur Bapak agar bisa kembali ke jalan yang lurus, agar bisa bersama sama berkumpul di surga kelak. Dan akupun hanya bisa terdiam menunduk. Rasanya benar benar malu sekali, suamiku begitu tebal imannya bagai seorang ustad begitu pula diriku yang sudah mulai berhijab menggunakan jilbab sesuai khaidah agama.
Dalam khutbah, aku sendiri dengan lamunanku diantara banyak jamaah yang mendengarkan dengan khusuk. Aku berdoa menengadahkan tangan, kuadukan isi hati ini kepada ALLAH Ta’ala.
Ya ALLAH…. hamba mohon bukalah pintu hati Bapak hamba, berikan HidayahMU Ya ALLAH, agar Bapak hamba tidak selalu lebih tersesat lagi menjadi seorang islam Ktp.
Ya ALLAH, luruskanlah jalan Beliau agar tidak selalu menunda nunda kewajiban sebagai seorang muslim.
Ya ALLAH, engkaulah yang selalu berhak memberikan hidayah kepada orang yang engkau kehendaki. Sedangkan hamba tidak punya kekuasaan sedikitpun untuk itu. Untuk itu, kabulkanlah Ya ALLAH, Ya Rahman Ya Rahim ... Hoy, melamun saja; kata adikku membuyarkan doaku. Dan akupun hanya bisa tersenyum kecil sambil menghapus air mata.
Sepulang dari sholat tarawih, telah menjadi kebiasaan bagi kami untuk saling menyimak Al Quran, membaca satu persatu ayat hingga selesai pada lembaran AL Quran yang terakhir.
Semuanya duduk di ruang tamu, begitupula anakku Farel yang sedari tadi sibuk makan permen suguhan di meja. Kemudian aku mulai mencari sosok Bapakku.
Ku tengok kamarnya, dan Astaqfirullahaladzim, Bapakku sepertinya ketakutan tetapi matanya masih terpejam, keringatnya begitu banyak bercucuran. Ampun ampun, jangan ambil nyawaku, jangan. Tolong panas panas sekali, teriak Bapakku mengagetkan penghuni rumah terutama aku yang berada tak jauh darinya.
Pak, Istiqfar Pak, Astaqfirullahaladzim,pak; bisikku menuntunnya. Dan akhirnya Bapakku pun ikut menirukan ucapanku. Keadaanpun mulai tenang, Bapak bisa melihat sekitar. Ibu menyuguhkan segelas air putih, untuk lebih menentramkan hati bapakku.
Nak, katanya sambil memelukku. Bapak tadi bermimpi dibawa oleh seorang bayangan hitam mengerikan ke suatu tempat yang sangat panas sekali, banyak orang disiksa dari yang disulut logam panas hingga dicambuk, bahkan ada yang diberi air nanah. Bapak takut Nak; curhat bapakku kemudian.
Pak …… Dyah ingin berbicara sesuatu walau itu nantinya bisa membuat Bapak marah:’dengan air mata mulai mengalir dari jilbab putihku. Sebagai anak, Dyah ingin sekali melihat Bapak sholat, berpuasa dan melaksanakan kewajiban sebagai umat islam.
Maaf Pak, bila Dyah lancang atau bersifat menggurui; kataku terbata bata. Di belakangku terlihat suamiku yang tersenyum lebar dan membiarkan aku dan Bapakku sendiri bahkan adik dan Ibuku pun langsung menghindar, melanjutkan aktifitas masing masing.
Pak, bukan materi yang Dyah harapkan selama ini, tetapi Dyah merasa sedih, karena selama ini Dyah belum pernah sekalipun melihat Bapak sholat; hanya itu yang Dyah pinta Pak.
Tangis semakin menjadi tatkala kudengar suara sesenggukan ibuku di kamar sebelah. Air mata pengharapan sekaligus penyesalan untuk menggapai hidup yang tentram di bawah ridho Allah Ta’ala.
Akhirnya Bapak berkata dengan suara yang lirih tapi pasti.’’ Bapak tidak bisa sholat , Bapak malu untuk belajar terutama di usia Bapak yang sudah tua ini’kata Bapakku. Apakah ALLAH akan mengampuni dosa dosa Bapak yang sudah tak terhitung banyaknya? Tanya Bapak. Allahu Akbar…. Ya ALLAH , yang Maha besar dan Maha segalanya. Aku peluk Bapakku dengan air mata berlinangan. Bukan air mata kesedihan lagi tetapi air mata kebahagiaan!
ALLAH maha pemaaf Pak, terutama di bulan ramadhan ini, bulan yang penuh ampunan selagi kita bertobat. Dyah dan Mas Bagas akan dengan senang hati mengajari Bapak, Kita akan sama sama belajar Pak, karena kami berduapun belum terlalu shalih seperti para nabi. Semoga Bapak senantiasa istiqomah dengan keputusannya.
Mas Bagaspun mengajarkan bacaan syahadat terlebih dahulu dengan ditirukan Bapakku. Beberapa hari kemudian Bapak mulai belajar wudhu, bacaan sholat, gerakan sholat dan sebagainya. Karena Bapak belum bisa baca tulisan arab, maka dengan senang hati aku salinkan kedalam tulisan latin. Aku juga meminjamkan buku buku tentang keislaman.
Bapak juga mulai berpuasa, menahan diri dari makan, minum dan terutama rokok. Bapak juga mulai bersedekah, Ibukupun mulai tak segan lagi membangunkan sahur Bapak atau sekedar mengingatkan adzan, tanda waktunya shalat. Sesekali kami berdiskusi tentang berbagai masalah dunia islam.
Kebetulan Bapak adalah seorang yang cerdas pula. Walau terasa agak terlambat,tapi selama nafas kita masih hidup. Pintu tobat seluas samudra, Maha suci ALLAH dengan segala firmannya. Aku selalu bersimpuh
Malam Ramadhan berikutnya, aku bisa bersujud, bersimpuh di atas sajadah, mensyukuri segala sesuatu yang diberikan Allah, terutama hidayah untuk Bapak.
Tiba hari raya Idul Fitri nanti kami bisa bersama sama menunaikan shalat Idul Fitri, tidak seperti lebaran tahun tahun kemaren, Bapak lebih memilih untuk tidur. Terima kasih Ya ALLAH, atas segalanya. Ramadhan tahun ini terasa istimewa.
Wallahu’alam bi Shawwab...
Barakallahufikum ....
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ...
** Sumber : www.remajaislam.com
Bapak adalah seorang yang tekun dan pekerja keras dalam mencari nafkah. Bapak juga berjiwa sosial tinggi dan mempunyai banyak teman. Aku sangat bangga dengan Beliau. Tetapi setiap kali kulihat w
ajah Bapak yang mulai mengkerut, perut yang semakin buncit dan rambut memutih, aku merasa tak tega dan sedih.
Kami sekeluarga terdiri dari Bapak, Ibu, Aku, Suamiku dan Adikku serta anakku Farel. Kehidupan kami berkecukupan, tidak terlalu kaya tetapi cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga.
Pekerjaan Bapakku sebagai mekanik bengkel mengharuskan beliau pulang sore hari, itupun bukan bengkel pribadinya. Sedangkan suamiku bekerja sebagai karyawan di Hotel dan Adikku bekerja di rumah makan.
Aku dan Ibuku menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, walau begitu Ibuku juga turut membantu perekonomian dengan membuka gerai kios pulsa di garasi rumah kami. Dan Aku mengasuh Farel yang masih batita.
Usia Bapak yang semakin bertambah semakin membuatku sedih, itu karena Bapak belum bersedia melaksanakan apa yang menjadi kewajiban setiap orang muslim yaitu shalat. Selain itu Bapak juga mudah marah dan selalu membanting barang setiap kali Beliau marah. Pernah sesekali ada seorang peminta minta datang, seorang nenek renta dihardik oleh Bapak. Memangnya aku keluargamu? Minta uang sama aku. Kata Bapakku dengan nada tinggi.
Aku dan Ibu hanya bisa pasrah dan berdoa memohon semoga pintu hidayah ALLAH segera datang. Walau begitu aku tetap berusaha dan akan berusaha.
Bulan Ramadhan, adalah peristiwa yang sangat kami nantikan selama ini. Bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan. Ibu dan aku sibuk memasak opor ayam sebagai hidangan khas berbuka puasa sedangkan adikku sibuk bercanda ria dengan Farel anakku.
Kami sekeluarga sibuk dengan kegiatan masing masing. Kulihat Bapakku sedang tidur nyenyaknya padahal waktu itu adalah waktu berbuka, tidak bagi Bapakku yang menganggap bulan ramadhan layaknya seperti hari biasa. Bapak pun beranggapan bahwa bulan ramadhan, hanyalah sebuah tradisi yang tidak perlu dan tidak ada gunanya berpuasa. Astaqfirullah, betapa sebenarnya aku ingin beradu agumen tentang pendapat keliru itu.
ALLahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar ….. Sayup sayup suara takbir masih terdengar, masyarakat umat muslim berbondong bondong menuju masjid terdekat. Berpakaian bagus, wangi dan saling menyalami merupakan hal yang biasa terlihat di sepanjang jalan.
Aku, Ibuku, Adikku serta Suamiku yang menggendong si kecil Farel bersiap menuju ke masjid. Suamiku yang berusaha membangunkan Bapakku untuk diajak pergi bersama sama malahan diberi kata kata oleh Bapak. Sudah, jangan menganggu tidurku; bentak bapakku.
Dan kemudian aku pun menarik lengan suamiku agar lebih memilih mengalah. Sebenarnya aku sadar bahwa yang dilakukan suamiku itu adalah hal yang seharusnya aku lakukan karena aku adalah anak pertama.
Tapi Ma, kita seharusnya sesekali menegur Bapak agar bisa kembali ke jalan yang lurus, agar bisa bersama sama berkumpul di surga kelak. Dan akupun hanya bisa terdiam menunduk. Rasanya benar benar malu sekali, suamiku begitu tebal imannya bagai seorang ustad begitu pula diriku yang sudah mulai berhijab menggunakan jilbab sesuai khaidah agama.
Dalam khutbah, aku sendiri dengan lamunanku diantara banyak jamaah yang mendengarkan dengan khusuk. Aku berdoa menengadahkan tangan, kuadukan isi hati ini kepada ALLAH Ta’ala.
Ya ALLAH…. hamba mohon bukalah pintu hati Bapak hamba, berikan HidayahMU Ya ALLAH, agar Bapak hamba tidak selalu lebih tersesat lagi menjadi seorang islam Ktp.
Ya ALLAH, luruskanlah jalan Beliau agar tidak selalu menunda nunda kewajiban sebagai seorang muslim.
Ya ALLAH, engkaulah yang selalu berhak memberikan hidayah kepada orang yang engkau kehendaki. Sedangkan hamba tidak punya kekuasaan sedikitpun untuk itu. Untuk itu, kabulkanlah Ya ALLAH, Ya Rahman Ya Rahim ... Hoy, melamun saja; kata adikku membuyarkan doaku. Dan akupun hanya bisa tersenyum kecil sambil menghapus air mata.
Sepulang dari sholat tarawih, telah menjadi kebiasaan bagi kami untuk saling menyimak Al Quran, membaca satu persatu ayat hingga selesai pada lembaran AL Quran yang terakhir.
Semuanya duduk di ruang tamu, begitupula anakku Farel yang sedari tadi sibuk makan permen suguhan di meja. Kemudian aku mulai mencari sosok Bapakku.
Ku tengok kamarnya, dan Astaqfirullahaladzim, Bapakku sepertinya ketakutan tetapi matanya masih terpejam, keringatnya begitu banyak bercucuran. Ampun ampun, jangan ambil nyawaku, jangan. Tolong panas panas sekali, teriak Bapakku mengagetkan penghuni rumah terutama aku yang berada tak jauh darinya.
Pak, Istiqfar Pak, Astaqfirullahaladzim,pak; bisikku menuntunnya. Dan akhirnya Bapakku pun ikut menirukan ucapanku. Keadaanpun mulai tenang, Bapak bisa melihat sekitar. Ibu menyuguhkan segelas air putih, untuk lebih menentramkan hati bapakku.
Nak, katanya sambil memelukku. Bapak tadi bermimpi dibawa oleh seorang bayangan hitam mengerikan ke suatu tempat yang sangat panas sekali, banyak orang disiksa dari yang disulut logam panas hingga dicambuk, bahkan ada yang diberi air nanah. Bapak takut Nak; curhat bapakku kemudian.
Pak …… Dyah ingin berbicara sesuatu walau itu nantinya bisa membuat Bapak marah:’dengan air mata mulai mengalir dari jilbab putihku. Sebagai anak, Dyah ingin sekali melihat Bapak sholat, berpuasa dan melaksanakan kewajiban sebagai umat islam.
Maaf Pak, bila Dyah lancang atau bersifat menggurui; kataku terbata bata. Di belakangku terlihat suamiku yang tersenyum lebar dan membiarkan aku dan Bapakku sendiri bahkan adik dan Ibuku pun langsung menghindar, melanjutkan aktifitas masing masing.
Pak, bukan materi yang Dyah harapkan selama ini, tetapi Dyah merasa sedih, karena selama ini Dyah belum pernah sekalipun melihat Bapak sholat; hanya itu yang Dyah pinta Pak.
Tangis semakin menjadi tatkala kudengar suara sesenggukan ibuku di kamar sebelah. Air mata pengharapan sekaligus penyesalan untuk menggapai hidup yang tentram di bawah ridho Allah Ta’ala.
Akhirnya Bapak berkata dengan suara yang lirih tapi pasti.’’ Bapak tidak bisa sholat , Bapak malu untuk belajar terutama di usia Bapak yang sudah tua ini’kata Bapakku. Apakah ALLAH akan mengampuni dosa dosa Bapak yang sudah tak terhitung banyaknya? Tanya Bapak. Allahu Akbar…. Ya ALLAH , yang Maha besar dan Maha segalanya. Aku peluk Bapakku dengan air mata berlinangan. Bukan air mata kesedihan lagi tetapi air mata kebahagiaan!
ALLAH maha pemaaf Pak, terutama di bulan ramadhan ini, bulan yang penuh ampunan selagi kita bertobat. Dyah dan Mas Bagas akan dengan senang hati mengajari Bapak, Kita akan sama sama belajar Pak, karena kami berduapun belum terlalu shalih seperti para nabi. Semoga Bapak senantiasa istiqomah dengan keputusannya.
Mas Bagaspun mengajarkan bacaan syahadat terlebih dahulu dengan ditirukan Bapakku. Beberapa hari kemudian Bapak mulai belajar wudhu, bacaan sholat, gerakan sholat dan sebagainya. Karena Bapak belum bisa baca tulisan arab, maka dengan senang hati aku salinkan kedalam tulisan latin. Aku juga meminjamkan buku buku tentang keislaman.
Bapak juga mulai berpuasa, menahan diri dari makan, minum dan terutama rokok. Bapak juga mulai bersedekah, Ibukupun mulai tak segan lagi membangunkan sahur Bapak atau sekedar mengingatkan adzan, tanda waktunya shalat. Sesekali kami berdiskusi tentang berbagai masalah dunia islam.
Kebetulan Bapak adalah seorang yang cerdas pula. Walau terasa agak terlambat,tapi selama nafas kita masih hidup. Pintu tobat seluas samudra, Maha suci ALLAH dengan segala firmannya. Aku selalu bersimpuh
Malam Ramadhan berikutnya, aku bisa bersujud, bersimpuh di atas sajadah, mensyukuri segala sesuatu yang diberikan Allah, terutama hidayah untuk Bapak.
Tiba hari raya Idul Fitri nanti kami bisa bersama sama menunaikan shalat Idul Fitri, tidak seperti lebaran tahun tahun kemaren, Bapak lebih memilih untuk tidur. Terima kasih Ya ALLAH, atas segalanya. Ramadhan tahun ini terasa istimewa.
Wallahu’alam bi Shawwab...
Barakallahufikum ....
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ...
** Sumber : www.remajaislam.com

![Foto: ISTRI SANG KORUPTOR ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Siapa istri yang tak bangga suaminya naik pangkat, serta tiba-tiba sang istri menjadi mahir berorganisasi ketika menduduki jabatan sebagai ketua darma wanita, ketua persatuan para istri, ketua ini dan ketua itu?
Semua orang memandang dengan hormat, tanpa mereka perlu tahu bagimana latar belakang pendidikan dan pengalaman berorganisasi s
ang istri itu sendiri, bagaimana kondisi kepandaian sang istri pejabat yang dalam hal ini tiba-tiba semua perkataannya dituruti, dipatuhi dan semua idenya menjadi sangat brilian. Selain itu bahkan menjadi suatu kebijakan tak tertulis yang diikuti oleh semua staf wanita dibawahnya maupun staf sang suami.
Terkadang sang suami nampak kebingungan ketika ada suatu kebijakan yang tidak diucapkannya, namun telah dilakukan oleh staf-stafnya, seperti pemakaian baju batik pada hari senin. Ketika dikonfirmasi, ternyata sang istri telah memberikan peraturan baru, yang dipatuhi oleh seluruh staf baik lama maupun baru dengan gembira. Namun hal ini membuat anggaran belanja negara akhirnya menjadi bertambah untuk sesuatu yang dirasa perlu tetapi tidak penting.
Sedikit demi sedikit, anggaran menjadi membukit dan ketika sang suami menerima kunjungan dari pengusaha manapun, maka sang istri dengan gembira menikmati fasilitas yang disediakan. Asyiknya terkadang tempatnya berbeda-beda. Dan dengan alasan menemani bapak, maka istri-istri ikut acara apapun. Hal inilah yang mengakibatkan anggaran membengkak.
Sang suami yang harus rapat serta tugas dinas, namun si istri yang mendapatkan fasilitas jalan-jalan dan cuci mata, juga membeli ini dan itu yang berjumlah sangat banyak, yang sebetulnya tidak perlu. Tentu saja, dengan alasan untuk membantu penghargaan kepada rakyat daerah yang telah membuat hasil karyanya.
Amplop yang diterima oleh sang suami atas anggapan sebuah kerja keras untuk negarapun terkadang dihitung dengan membaca ‘bismillah’, disisihkan sedikit untuk zakat, sedekah pesantren-pesantren dan sisanya disimpan baik baik dalam rekening yang berbeda beda. Semakin tahun, semakin pandai sang istri menghitung uang dan menglokasikannya. Akhirnya, semakin banyak kenalannya di bank-bank, baik dalam maupun luar negeri.
Dengan bertambahnya usia sang suami, jabatan dan kekuasaan bertambah pula dengan pendapatan siluman yang membuat sang istri mendapat pujian dari sana sini sebagai istri yang berhasil mendukung karier suami, plus istri dermawan yang rajin membagi-bagi uang kepada sanak saudara dikampung, fakir miskin dan beberapa pesantren terkenal di negeri ini.
Untuk beramal ataukah sebagai pencuci dosa?
Dan ketenangan sebagai istri pejabat pun semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usia, karena bayangan uang yang tidak akan habis 7 turunan serta pernikahan anak-anaknya yang dibiayai dengan sangat megah, serta cukupnya uang untuk bekal anak-anaknya membuka perusahaan, membuat sang istri bersiap-siap menghadapi masa tuanya dengan rajin mengikuti pengajian.
Tak lama kemudian, sudah ada di koran-koran, sosok sang istri dengan jilbab dan baju muslim yang nampak anggun membalut tubuh, bibir tipis yang kemerahan sesekali mengeluarkan irama dzikir serta sang suami dengan baju koko dan kopiah selalu menjadi sosok yang dihormati karena tidak pernah tinggal sholat lima waktu dan juga mudah didekati untuk memberikan sedekah bagi staf dan keluarganya.
Dan.., bom apa yang paling hebat yang menimpa sebuah keluarga, bila akhirnya sebelum ajal menjemput, sang istri hanya menjumpai sms dari suaminya yang berbunyi, ”Mah, tolong siapkan baju dan makanan yang ku sukai karena malam ini aku mungkin menginap dikantor polisi atas dakwaan dari orang yang tidak kebagian, atas projek senilai 3 trilun ketika anak pertama kita masih kuliah dan kita masih tinggal di Kupang.”
Dengan cepatnya, surat kabar keesokan harinya menampar wajah mereka sekeluarga, lirikan sinis supir dan asisten di kantor suaminya serta satpam dirumah, membuat istri pejabat tidak lagi dapat mendengak dengan anggun. Gelar baru sudah tertempel didahinya, yaitu “Istri sang koruptor”
"Mah..., doakan papa yaa..." demikian kata suaminya dari balik tirai penjara berlinang airmata.
"Ya, pa... mama akan selalu setia pada papa, bukankah uang papa, mama makan juga...? tenang ya pa..., uang kita masih banyak untuk membeli pengacara terkenal di negeri ini."
Astagfirullah, mereka lupa, pengadilan di dunia dapat dibeli, namun pengadilan di akhirat, siapa yang bisa beli...?
"Dihiaskan (dan dijadikan indah) kepada manusia: Kesukaan kepada benda-benda yang diingini nafsu, iaitu perempuan-perempuan dan anak-pinak; harta benda yang banyak bertimbun-timbun, dari emas dan perak; kuda peliharaan yang bertanda lagi terlatih dan binatang-binatang ternak serta kebun-kebun tanaman. Semuanya itu ialah kesenangan hidup di dunia dan (ingatlah), pada sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik-baiknya (yaitu Syurga)."[QS. Ali-Imran (3) :14]
Quiz: Perlukah istri koruptor ikut dipenjara? atau bebas diluar dengan mencairkan rekening yang sudah ada untuk membeli pengacara?
Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah .....
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
**Sumber : http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/istri-sang-koruptor.htm](https://fbcdn-sphotos-g-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/c0.41.289.289/p403x403/28757_460260504012942_1522056860_n.jpg)




